Harusnya kita tidak berubah....

Dulu Indonesia dikenal Negara yang masyarakatnya santun dan saling menghargai.
Sekarang di era digital, era teknologi, malah sebaliknya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia dengan mudah saling menghina, mencaci, dan itu terlihat jelas di sosial media. Kadang belum jelas fakta benar dan salahnya sudah ada yang berkomentar ini dan itu bahkan ketika itu menguntungkan pihaknya maka dengan segera tanpa pikir panjang, tanpa tabayyun menshare dan berkata ini dan itu, baik itu oknum dari kelompok A maupun B.

Mari kita renungi ayat ini ...

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Maa'idah [5] : 8)

Saudaraku...
Janganlah kita mudah di adu domba oleh musuh - musuh Islam.
Mereka akan sangat senang jika kita hanya sibuk sesama muslim dan melupakan tujuan utama kita dalam menegakkan Islam dimuka Bumi ini.

* Semuanya bermuara di demokrasi.
Karena di zaman demokrasi sekarang ini katanya setiap orang bebas berpendapat dan bersuara sehingga dampak kebebasan yang tak terkendali dan tidak terbatas justru menghantarkan kita pada kebebasan yang salah.
Setiap orang dengan mudahnya mencaci menghina, bahkan para ulama pun tidak lepas dari celaan orang - orang yang mencela tersebut.
Astaghfirullah ...

Ini adalah salah satu dari banyak alasan kenapa kita harus kembali pada sistem Islam. Kita berlindung kepada Allah dari segala keburukan yang ada di diri kita.
Ingatlah kita bahwa rasulullah mengingatkan kita.

Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Memaki orang muslim adalah kedurhakaan dan membunuhnya adalah kekufuran." Muttafaq Alaihi.

"Orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, bukan yang suka melaknat, bukan yang berperangai jahat, dan bukan pula yang berlidah kotor." Hadits hasan dan shahih menurut Tirmidzi.

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Berbahagialah orang yang tersibukkan dengan aibnya, sehingga ia tidak memperhatikan aib orang lain." Riwayat Al-Bazzar dengan sanad hasan.

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat." Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Allahu a'lam
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam kebenaran dan ketaqwaan. aamiin

[ Abdullah Hamzah ]
 

Afifah, Si Cerdas nan Penyayang yang Hafal Al-Qur’an

Bertempat di sebuah mushola hijau di sisi sungai yang besar dengan pepohonan yang rimbun, sungguh suasananya benar-benar asri menyejukkan. Lama tak menulis kisah inspiratif seputar menghafal Al-Qur’an. Semoga bisa menginspirasi kawan-kawan. Kali ini tokoh utamanya adalah adek Afifah :). Memang bukan kisah pertama kali berjumpa, karena kami pertama bertemu ketika buka puasa bersama di Ma’had Umar bin Khattab, juga pernah bertemu ketika aku mengantar ustadzah dan singgah di rumahnya. Akan tetapi ini adalah sedikit kisah pertemuan pertama kami sebagai pengajar dan murid.

Di mushola hijau ini, ketika dia datang lebih awal dari teman-temannya yang lain. Adek Afifah memang paling besar dibandingkan teman-teman belajarnya yang bahkan masih PAUD dan TK. Maka sebelum memulai belajar Al-Qur’an, aku ingin mengenal dia lebih dekat. Aku pun menanyakan hafalannya sebanyak apa sekarang? “7 juz”, singkat, padat, tapi sangat mengejutkan!

Bagaimana perasaan kalian jika harus mengajar Al-Qur’an anak SD yang hafalannya 7 juz ??? Ya, sekitar itulah perasaanku saat mengetahui hafalannya. “7 juz?? Beneraan 7 juz ding??” Tanyaku tampak meragukan jawabannya. Ia pun juga mengulang2 jawabannya dengan yakin dan penuh senyum, “Alhamdulillah sudah 7 juz ustadzaaah, sekarang sedang menyelesaikan surah Al-Baqarah”. Sungguh bukan aku tidak percaya, hanya saja benar-benar anugerah dari Allah subhanahu wa ta’ala aku bisa berjumpa dengan penghafal Al-Qur’an cilik ini. Tiada yang mampu terucap dari lisan ini selain pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Bahkan saat iseng kutanya berapa banyak hafalan kakaknya yang masih duduk di bangku SMP? Segera ia menjawab, “alhamdulillah sudah 26 juz ustadzah, sisa sedikit lagi khatam”, serasa ada bahagia penuh haru bercampur malu atas apa yang ada pada diri. Benar-benar malu kepada Allah. Sudah kukatakan bahwa cukup panggil kakak saja, jangan ustadzah. Tapi dia hanya senyum dan tetap memanggil seperti yang dia mau. Allaaah, sungguh aib hamba tak mampu terhitung, dibanding ilmu hamba yang ibarat sebutir pasir di tengah gurun. Semoga panggilan itu menjadi do’a dan tidak memberatkan hamba dalam masa perhitungan kelak.

Hari itu dia menyelesaikan tahsin tilawah surah Ibrahim. Dia mampu menyadari sendiri kesalahannya yang bahkan terlewat dari perhatianku. Hanya sekitar 4-5 kali kesalahan kecilnya, 4 kali salah mengucap huruf dan terlewat dengung ikhfa satu kali, sisanya mumtaaz, maasyaAllah. “Shodaqollaahul ‘adziim”, dia menyelesaikan tilawahnya. Aku masih terdiam, air mata pun tak tertahan. Bacaannya benar-benar sempurna. Makhrojul hurf, harokat, dengung, waqofnya maasyaAllah. Adek afifah benar2 cerdas ketika membaca ayat panjang, dia mampu mengatur nafasnya yang tidak panjang agar berhenti dan memulai dengan sempurna. Sungguh dengan logika manapun, aku lah yang harusnya banyak belajar dari adek Afifah. Tapi begitulah pribadinya, lembut, penyayang, sangat menghargai orang lain, tak pernah sekalipun dia merasa lebih tinggi, benar-benar akhlak yang menurun dari didikan kedua orang tuanya.

Tentu tiap pertemuan waktu dengannya tidak pernah ku sia-siakan. Setiap jawaban polosnya tidak mampu kubayangkan, senantiasa menenangkan dan melecut dalam kebaikan. Bincang-bincang kami penuh tawa, aku hanya tidak ingin dia merasa diinterogasi karena banyak sekali yang membuatku penasaran tentang perjalanan hafalannya. “Ding, menghafalnya sejak kapan?” tanyaku “Duh, udah dari dulu ustadzah, dari kecil.. kapan yaa, mungkin kelas satu” jawabnya. Aku terkejut, membayangkan apa yang tengah kulakukan di usiaku waktu seumuran dia, subhanallah. “Siapa yang mengajari menghafal sejak kecil?” lanjutku, “Ummi” singkat jawabnya. “Sama siapa menyetor hafalannya?” “Sama siapa murojaahnya?” tambahku, “Ummi” “Ummi” jawabnya masih sama.

Allahu Robbi, semakin diingatkan bahwa anakku kelak berhak mendapatkan pengajaran Al-Qur’an langsung dari bundanya. Semoga bisa terwujud, aamiiin. Tapi jangan khawatir para ayah, Adek Zahra, teman Adek Afifah ini pun pernah kutanya siapa yang mengajari dan menemaninya membaca Al-Qur’an di rumah? Dia dengan bangga menjawab, “Abi!”, Allahu Akbar!

Kembali ke Adek Afifah. Rasa haru makin menyesakkan dada, aku tahu bagaimana sibuk ummu afifah ini, beliau adalah salah satu ustadzahku di ma’had umar bin khattab. Pagi, siang, dan sore aktifitas beliau mengajar. Sederhana dalam sunnah, lisan ustadzah hanya untuk ilmu dan nasihat penuh kelembutan, kesan pertama itu yang kudapat dari keluarga beliau dan terus bertambah mengagumi hingga kini.

“Ading pernah nggak merasa capek atau lelah kalo menghafal? Kan menghafal sama murojaahnya setiap hari?”  akupun meneruskan perbincangan. “Nggak” jawabnya penuh keyakinan, maasyaAllah. Adek Afifah melanjutkan “Menghafalnya memang setiap hari, murojaahnya juga setiap hari. Tapi kalo lagi ulangan istirahat dulu menghafalnya, Cuma murojaah aja, kalo hari minggu libur itu banyak banget dapatnya ustadzah”, “tapi pernah sih ustadzah, kalo belum selesai menghafal, jadi bilang ke ummi, boleh ya mii nyetor hafalannya nanti malam saja” lanjutnya sambil malu-malu. Ya Akhowatyy, bahkan ketika hafalan harian itu belum disetor, bukan meminta waktu sampe besok, tapi cukup sampai nanti malam, nampak sekali kebiasaan ini mendarah daging dalam dirinya. Bahkan jawabannya saaat kutanya sebanyak apa ketika sekali menghafal tambah menyulitkan aku menahan air mata ini. Allah, Allah, Allah.

Dia benar-benar akhowat yang cerdas, dia telah memiliki rencana kemana dan apa yang akan dia pelajari di masa depan, cita-cita yang sungguh mulia ada dalam pemikiran belianya. Adek Afifah juga benar-benar akhowat penyayang, hal itu sangat tampak bagaimana dia mengajak serta menuntun adik-adiknya serta turut mengajari ketika belajar. Pagi di sekolah, sore di mushola, dan malam bersama orang tua, Adek Afifah sekeluarga belajar Al-Qur’an. Tiada merasa cukup jika itu adalah waktu interaksi bersama Al-Qur'an. Cintanya murni kepada Al-Qur’an, tiada lelah, tiada jadi beban. Terima kasih telah mengajarkan kakak begitu banyak pelajaran. Adek Afifah, si cerdas nan penyayang yang hafal Al-Qur’an ini bersama saudara-saudarinya benar-benar pondasi penting menuju negara yang mengamalkan Al-Qur’an. Generasi seperti mereka hanya mampu dijaga oleh negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna. InsyaaAllah, meskipun di tengah rusaknya sistem pemerintahan sekuler saat ini, kitapun bisa mendidik putera-puteri kita sejak dini, dan indikator keseriusan itu akan tampak dari seserius apa usaha kita memantaskan pribadi saat ini. Semoga tetap istiqomah. Aamiiin.

imania asoka

Dicopy dari http://kerudungbirumuda.blogspot.com/2014/04/afifah-si-cerdas-nan-penyayang-yang.html

Halim, cilik nan sholeh ^_^


Kali ini aku ingin menceritakan sepenggal momen yang terjadi beberapa waktu lalu. Hari ini aku pergi ke markaz tahfidzul qur'an Al-Ihsan, minggu pagi yang cerah. Hanya ada aku, ustadzah dan kedua anak beliau. Putra kelima bernama Halim dan putri bungsu keenam yang sering dipanggil imah^^ dan episode kali ini yang menjadi tokoh utamanya adalah dede Halim :D, Semoga memberi banyak hikmah dan inspirasi kepada kawan-kawan semua.

Ustadzah masih repot didalam, jadi sebelum memulai aktivitas, aku membaca al-qur'an yang posisinya berdekatan dengan jendela. Tidak lama saya merasa ada orang yang melewati jendela, saya kaget sebentar lalu meneruskan bacaan. Lalu mendadak adek Halim dengan cepat naik-naik keatas meja(menggapai jendela), tengok kanan kiri dan segera menutup ketiga jendela. "Brak.. brukk.. brak.." Itu membuat aku kaget sangat dan menghentikan bacaan."Aduuh, dede Halim. Kaka lagi baca Qur'an, kegelapan jadinya" gumamku dalam hati. Aku hanya senyum seolah itu kenakalan anak-anak pada umumnya.. dan senyumku seolah menyatakan "jangan nakal ya^_^"

Diluar dugaan terjadi hal yang mengagetkan, Halim memperhatikan senyumku dan seolah dede Halim tau maksud senyumku. Dia malah berkata seolah meluruskan "Abinya Abdullah lewat". Sontak membuatku terkejut. Kalian paham?? tindakannya tadi bukan merupakan kenakalan anak-anak, akan tetapi merupakan tindakan penyelamatan. Masya Allah, kali ini aku tersenyum lebar dan mengangguk ^___^ menyatakan persetujuanku pada tindakannya. Diapun segera berlalu.

Kalo kalian tanya Penyelamatan yang bagaimana?? Begini, ummi nya Halim bercadar. Tampaknya dia sudah paham bahwa rumah bukan hanya tempat tinggal dan tempat berteduh. Tapi juga paham bahwa rumah adalah tempat dimana wanita boleh menggunakan pakaian kesehariannya dan melepas cadar (untuk umminya). Dia paham bahwa dirumah, setiap wanita mesti terjaga dari pandangan dari luar terlebih non mahram.

Walaupun saat itu tidak ada umminya yang mesti 'diselamatkan', akan tetapi disana ada aku, seorang wanita yang juga berhak 'terjaga'. Meski waktu itu sebenarnya aku sedah memakai jilbab kerudung lengkap, atau bahkan abinya abdullah tidak melihat kedalam. Justru disana letak kecerdasannya, dia melakukan tindak pencegahan, bukan tindakan pengobatan. Dia seolah terprogram otomatis.

Masya Allah, masih sangat kecil, mungkin masih belum 5 tahun. Akan tetapi didikan Islam telah menjadi standar perbuatannya. Sekali lagi diri melihat, bahwa menddidik anak sedini mungkin, ibarat menulis di kertas kosong, kita bisa menulis dan memberi warna sesuai keinginan. Tindakan dan nasehat yang diulang2 telah membuat kebiasaan pada diri Halim.. Dalam usia yang bisa disebut masih balita, seolah bibit tanggung jawab, seorang penjaga dan pelindung talah tampak tunasnya yang siap mengakar..

Halimku, cilik nan sholeh, dia memanggilku "kaka".. Kelak pasti dalam beberapa tahun kedepan, sudah tidak ada lagi canda apalagi peluk :). Saat dimana nanti kamu menjadi seorang hafidz, bukan hanya penjaga Al-Qur'an, akan tetapi penjaga kemuliaan Islam dan kehormatan muslim seluruhnya insya Allah.

imania asoka
01 Oktober 2012
08.20 pm

Dicopy dari http://kerudungbirumuda.blogspot.com/2012/10/halim-cilik-nan-sholeh.html

Untuk saudaraku yang sedang Futur

Saudaraku ....
Allah tidak memberikan amanah dakwah yang mulia ini kecuali kepada orang - orang yang terbaik sehingga tentu dalam menjalaninya tidaklah semudah, tidaklah segampang, tidaklah semulus dan tidaklah selempeng yang kita bayangkan.
Kita akan menemui halangan, rintangan, hambatan, dan berbagai ujian.

Selain faktor eksternal yang akan mengpengaruhi atau menghambat proses kita menjadi hamba yang terbaik sebagaimana firman Allah dalam surah ali imran ayat 110, juga faktor internal didalam diri kita akan menghambat kita seperti perasaan futur dalam dakwah, futur dalam ibadah, merasa lelah dalam dakwah, perasaan jenuh, malas dan sebagainya. Setiap aktivis muslim mungkin pernah merasakannya.
Tapi jika kita mengalami demikian maka janganlah berlarut - larut dalam kondisi tersebut, apalagi melampiaskannya keduniawi, karena sungguh iblis akan mudah menggoda kita dalam kondisi tersebut, maka segeralah perbaharui iman kita.
Misal dengan tilawah qur'an atau mendengarkannya, memutar video perjuangan ikhwah kita dibelahan negeri lain, membaca shiroh perjuangan para sahabat, kembali berkumpul dengan jamaah, sharing dengan murobbi atau saudara - saudara kita yang dapat menyemangati kita dalam perasaan futur dll.

Saudaraku...
Kita pasti akan menemui masa masa sulit. Masa masa yang melelahkan dan berbagai ujian. Padahal kita tengah berjalan di atas jalan kebenaran dan kita pun tengah disibukkan dalam berbagai aktifitas perjuangan Islam.
Apabila kita teguh di atas kebenaran dan sabar dalam menghadapi ujian maka Insya Allah kepedihan akan sirna, kelelahan akan hilang dan akan berganti menjadi kebahagiaan, nikmatnya ukhuwah dan ganjaran pahala dalam Jannah-Nya kelak. aamiin

Sungguh Allah Pengampun, Maha Pengasih lagi Maha penyayang.

الَّذِينَ تَابُواْ وَأَصْلَحُواْ وَاعْتَصَمُواْ بِاللّهِ وَأَخْلَصُواْ دِينَهُمْ لِلّهِ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْراً عَظِيماً
"orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar."(QS An - Nisa : 146)

Allahu a'lam

* Abdullah Hamza
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com