Air dan Pembagian Air (Thaharah) Dalam mazhab Syafi'i.

Air yang boleh digunakan bersuci ada 7 macam, yaitu. Air hujan, air laut, air sumur, air sungai, air sumber (air dari mata air), air salju, dan air embun.
Dalil bahwa air hujan suci berdasarkan firman Allah "... dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu "(Qs Al-Anfaal : 11)
Sedangkan dalil bahwa bolehnya berwudhu dengan air sumur adalah sebuah hadits dari sahal r.a bahwa berwudhu dengan sumur budho'ah dan hadits itu diriwayatkan oleh imam at-tirmidzi.
Adapun air sungai dan air sumber (mata air) syaikh wahbah az-zuhaili menyatakan dalilnya seperti sama seperti air sumur.
Adapun dalil kesucian air embun dan salju adalah karena adanya hadits tentang do'a iftitah yang dibaca Nabi saw dalam sholat. "Wahai Allah, jauhkanlah aku dan dosa - dosaku sebagaimana engkau jauhkan antara timur dengan barat. Wahai Allah, bersihkanlah aku dari segala dosa-dosa sebagaimana baju putih yang bersih dari kotoran. Wahai Allah cucilah aku dengan air salju dan air embun"(HR Muttafaq 'alaihi)
Sedangkan menurut etimologi "thaharah" berarti kebersihan.
Sedangkan menurut terminologi syara' "thaharah" adalah menghilangkan hadats, menghilangkan najis dsj.

Pembagian air berdasarkan ukuran syara' dan Hukumnya.
Menurut pandangan Syariat Islam, air terbagi menjadi empat macam.
1. Air yang suci lagi bisa dipakai untuk mensucikan, disebut air Mutlak. Air mutlak yang sudah dijelaskan dalam 7 pembagian air (Lihat tulisan sebelumnya tentang pembagian air).
2. Air yang suci tapi tidak bisa dipakai untuk mensucikan. Jika sebuah air mutlak dipakai untuk mensucikan yang fardhu, seperti mandi janabah atau wudhu maka bekas air ini dinamakan air musta'mal, maka air ini tidak bisa dipakai lagi untuk mensucikan. Sebuah air juga tidak bisa mensucikan jika sebuah air tersebut sudah berubah warna rasa dan baunya karena kecampuran benda suci lainnya, misalnya airnya berubah air teh, air susu dsb maka air ini juga tidak bisa digunakan untuk mensucikan.
3. Air Musyammas, yaitu air yang suci lagi mensucikan tapi menggunakan air ini dihukumi makruh Tanzih. Karena air musyammas adalah air yang menjadi panas karena ia diletakkan di tempat yang terkena sinar panas matahari dan wadahnya atau bejana yang dipakai berbahan logam seperti besi, kuningan, alumanium dsb selain emas dan perak. Karena penggunaan emas dan perak sebagai wadah atau bejana hukumnya haram. Yang menjadi sebab kenapa dimakruhkan menggunakan air yang dipanaskan dibawah matahari dan bejananya terbuat dari logam adalah karena dapat menimbulkan penyakit campak,kusta dsb.
Akan tetapi Syaikh Dr. Muhammad Najib amin menjelaskan bahwa hukumnya air musyammas hanya berlaku didaerah yang memang panas seperti hijaz, Yaman, saudi. Adapun Indonesia, Mesir, Suriah, malaysia dll tidak berlaku.
4. Air Najis, yaitu air yang telah kemasukan atau kecampuran dengan najis. Baik najisnya itu sudah mengubah sifat airnya atau tidak jika kurang dari dua qullah maka air tersebut statusnya menjadi air najis. Ini pendapat mu'tamad dalam mazhab syafi'i.
Mukatsarah (penambahan air)
Air najis tidak bisa menjadi suci dengan menambahkan air suci kedalamnya selama jumlah airnya masih belum dua qullah. Kecuali jika air najisnya ditambahkan hingga dua qullah atau lebih dari dua qullah dan sifat asli air suci tidak berubah, yaitu tidak mengubah warna, rasa dan baunya maka air tersebut menjadi air suci.
Air dua qullah seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Dr. Musthafa dalam kitabnya Tadzhib adalah kurang lebih 190 liter. Adapun kalau hitungannya kolam, maka 60 cm panjang, 60 cm lebar dan 60 cm kedalamannya.
Wallahu a'lam
{Abdullah Hamzah}
Maraji'
- Al-Fiqhu Al-Muyassar Asy-Syafi'i, Syaikh wahbah Az-Zuhaili.
- Tadzhib Fi adillah Matan Ghayah wat-taqrib. Syaikh Dr. Musthafa dib al-bugho
- Syarah Matan ghayah wat-taqrib. Syaikh Dr. Muhammad Najib Amin

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com