Kajian Fiqih (‪Menyamak‬ kulit bangkai)

Hukum menyamak kulit bangkai binatang adalah boleh, kecuali anjing dan babi.
Menyamak kulit disini maksudnya adalah untuk memanfaatkan dari sisa bangkai tersebut, karena dagingnya sudah tentu haram bagi kita memakannya (bangkai) jadi tidak bisa kita manfaatkan akan tetapi kulitnya bisa kita manfaatkan dengan cara menyamaknya.
Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud menyamak adalah suatu proses yang dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa dan bau busuk dari kulit dengan menggunakan bahan tertentu seperti daun akasia dan tawas.
Sebab bolehnya menyamak kulit bangkai disini adalah sebuah hadits yang menjelaskan ketika nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan dan melihat bangkai kambing, kemudian beliau bersabda "Apakah kalian tidak ingin mengambil manfaat dari kulitnya? Karena sesungguhnya kulit binatang yang sudah disamak adalah suci" dan Dalam riwayat abu dawud "air daun akasia dapat menyucikannya".
Syaikh wahbah az-zuhaili menegaskan bahwa Hadits itu mencakup semua binatang kecuali anjing dan babi (lihat Qs 6:145) dan pengharaman Anjing di analogikan dengan babi melalui banyak hadits yang menyatakan najisnya anjing tersebut.
Adapun syarat - syarat menyamak kulit.
1. Harus bersih dari sisa - sisa daging.
2. Kulitnya masih dalam kondisi baik dan.
3. Kulit itu harus disamak sempurna hingga sekiranya direndam dalam air ia tidak busuk atau rusak.
Nah sobat sekalian, semoga bisa sedikit tidaknya memahami tentang bolehnya memanfaatkan (menyamak kulit bangkai) akan tetapi kulit yang disamak tadi yang hukumnya sudah suci tersebut bukan berarti boleh dimakan.
Ustadz. Dr. Muhammad Najib amin, merupakan Salah seorang dosen fiqih di Salah satu universitas di yaman menjelaskan bahwa haram hukumnya memakai kulit bangkai yang disamak tersebut, jadi menyamak kulit bukan untuk dimakan.
Wallahu a'lam
{Abdullah Hamzah}
Maraji'
- Al-Fiqhu Asy-Syafi'i Al-Muyassar. Jilid 1 hlm. 98. Karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
- Tazdhib fi adillah matan ghayah wat-taqrib. Karya syaikh Dr. musthafa dib al-bugho.
- Matan ghayah wat-taqrib, karya syaikh Abu syuja'
S

‪Hukum‬ memakai batu mulia, dan gigi dari emas.

Syaikh wahbah az-zuhaili menjelaskan dalam kitabnya bahwa menurut pendapat yang ashar, diperbolehkan menggunakan bejana (maupun cincin) yang terbuat dari batu mulia seperti yaqut, zamrud, fairuz, ballaur, marjan, 'aqiq, dsb.
Menurut kesepakatan ulama, hukum menyematkan batu mulia pada cincin adalah halal.
Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari anas r.a bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "barangsiapa menggunakan cincin bertatah yaqut, niscaya akan terbebas dari kemiskinan"(HR Ibnu 'adi dalam al-kamil li adh-Dhu'afa)
Maksudnya jika harta si pemilik cincin yaqut itu habis, dia bisa segera menjual cincin berharga miliknya sehingga dia tidak langsung jatuh miskin.
Begitu pula diperbolehkan menggunakan hidung palsu yang terbuat dari emas dalam kondisi darurat.(dalam hadits riwayat baihaqi dalam kitab syi'b al-iman. Nama sahabat itu adalah 'arjafah bin as'ad yang pada masa jahiliyah hidungnya putus lalu diganti dengan hidung perak, tapi kemudian tambalan itu membusuk sehingga akhirnya rasulullah memerintahkan untuk menambal hidungnya itu dengan emas"(lihat sunan at-tirmidzi l, hadits no 1692, pent)
Syaikh wahbah az-zuhaili kemudian menjelaskan bahwa Pembolehan emas utk hidung dalam kondisi darurat ini lalu diqiyaskan dengan penggunaan gigi palsu yang terbuat dari emas (dalam kondisi darurat misalnya jika tidak ada solusi lain lagi "terpaksa" dan bukan untuk pamer kekayaan, dan ini berlaku untuk laki - laki maupun perempuan.
Ketika saya murojaah tulisan saya ini ke ustadz abduh. Beliau menegaskan.
"Iya, untuk laki-laki dan perempuan dalam kondisi darurat, itu poin pentingnya"
Ada kaidah fiqih, adh-dharuuraat tubiihul mahzhuuraat. Keadaan darurat menyebabkan yg haram jadi boleh"
Wallahu a'lam.
{Abdullah Hamzah}
Maraji'
[ Al-Fiqhu Asy-Syafi'i Al-Muyassar. jilid 1, hlm 96-97. Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili.]

‪Hukum‬ jilatan Kucing pada air.

Jika seorang melihat kucing yang memakan najis seperti bangkai tikus, kemudian setelah itu kucingnya minum di air yang kurang dari dua qullah, sebelum kucing pergi dari tempat itu, maka air itu menjadi najis.
Tetapi jika kucing itu pergi selama beberapa waktu yang memungkinkan ia untuk mencapai tempat air yang jumlahnya mencapai dua qullah, kemudian ia meminum air yang kurang dari dua qullah itu, maka air itu tidak menjadi najis.
Maraji '
[ Al-Fiqhu Asy-Syafi'i Al-Muyassar, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili. Jilid 1 Hlm 109 ]
Note :
Definisi dua qullah oleh syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqh al-Muyassar adalah 11 tanakah atau 81 kati syam. Dan dalam kitab Fiqh At-Tadzib Fi adillati matn ghayah wat-taqrib karya syaikh Dr. Musthafa dib al-bugho dua qullah adalah kurang lebih 190 liter.
Wallahu a'lam
{Abdullah Hamzah }
[ Komunitas Dakwah Al-Mu'minun ]
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com