Polemik Air dua qullah (bab thaharah)

Oleh : Rahmi hidayat Abu Zaid

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh

المياه التي يجوز بها التطهير سبع مياه ماء السماء وماء البحر وماء النهر وماء البئر وماء العين وماء الثلج وماء البرد ثم المياه على أربعة أقسام طاهر مطهر، مكروه وهو الماء المشمس وطاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل والمتغير بما خالطه من الطاهرات وماء نجس وهو الذي حلت فيه نجاسة وهو دون القلتين أو كان قلتين فتغير والقلتان خمسمائة رطل بغدادي تقريبا في الأصح.

Dalam ibarah dikitab Matan Al-ghayah wa at-taqrib' diatas dijelaskan tentang jumlah air dua qullah, yaitu 500 rotl 'iraq baghdad.

Pertanyaannya kenapa syaikh Al-Imam Abu Syuja' dalam kitab tersebut tidak menyebutkan jumlahnya dalam satuan liter atau kilogram saja agar kita mudah memahaminya?

Sebenarnya wajar saja beliau tidak menyebutkan jumlahnya dalam satuan liter atau kilogram karena dimasa beliau pada waktu itu memang belum ada ukuran volume dan massa (berat jenis) menggunakan liter dan kilogram, yang ada biasanya pada waktu itu masih menggunakan sha', mud, galon, dsj.

Jika kita cermati baik-baik sesungguhnya ini menunjukkan bahwa kitab Matan Al-ghayah wa at-taqrib' adalah kitab klasik, iya karena masa hidup beliau ialah pada abad ke 4 Hijriah dimana pada saat itu belum ada lampu-lampu listrik untuk menerangi jalanan, yang ada ialah obor-obor api yang digunakan untuk menerangi jalanan dan masjid.

Berapakah ukuran air dua qullah dalam bentuk liter?

Dalam kitab fiqih kontemporer seperti At-Tadzhib fi Adillati Matnul ghayah Wat-taqrib, Syaikh Dr. Musthafa dieb Al-bugha hafizhahullah mengatakan bahwa air dua qullah itu kurang lebih 190 Liter, dalam referensi lain saya dapatkan sebagian 'ulama termasuk juga dalam kitab Syarah Safinatun Najh kurang lebih 200 Liter sedangkan Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhu Asy-Syafi'i Al-Muyassar menyebutkan sekitar 270 Liter.

Kenapa 'ulama berbeda pendapat mengenai jumlah liter air dua qullah?

Karena ini merupakan ijtihad 'ulama, sehingga celah terjadinya perbedaan pendapat sangat mungkin terjadi. Adapun hadits mengenai air dua qullah adalah sebagai berikut.

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran (najis).” (HR. Ad Daruquthni)

Dalam riwayat lain disebutkan,

إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَىْءٌ

“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak ada sesuatupun yang menajiskannya. ” (HR. Ibnu Majah dan Ad Darimi)

Perbedaan pendapat ini bukan karena mereka memperselisihkan keshahihan matan dan sanad hadits tersebut, juga bukan karena terdapat pertentangan antar dalil, akan tetapi perbedaan pendapat ini terjadi karena tidak ada dalil yang secara sharih (jelas) dan secara langsung menyebutkan satuan liter. Sehingga 'ulama akhirnya berijtihad, mengkonversi satuan qullah menjadi liter.

Berapa ukuran air dua qullah jika dibuat kolam?

Karena ukuran liter saja ulama berbeda pendapat maka ukuran baknya pun akhirnya juga berbeda.
Namun ukuran untuk membuat bak kolam dua qullah minimal bisa gunakan 58 cm tinggi, panjang dan lebar sama"(At-Tadzhib fi Adillati Matnul Ghayah Wat-Taqrib)

Wallahu a'lam bi ash-shawab


Wajibkah berjilbab (menutup aurat) ketika membaca Al-qur'an?

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakaatuh

Sebelum menjawab pertanyaan ini, yang harus diketahui oleh setiap mukmin ialah wajib atasnya membaca Al-qur'an dengan cara yang benar, sesuai kaidah ilmu tajwid dan makharaj huruf pun harus tepat, oleh karena itu para 'ulama dalam kitab 'ulumul qur'an menekankan pentingnya belajar ilmu tajwid agar apa yang kita ucapkan tidak menyimpang dari makna ayat tersebut.

Jadi yang pertama ialah hendaknya seorang mukmin membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar (tartil).

Hal ini telah diterangkan Allah subhanahu wa ta'ala dalam firman-Nya :

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا

“dan bacalah Al Qur’an dengan tartil” (QS. Al Muzammil: 4).

 Imam Ibnu Katsir kemudian menjelaskan

وَقَوْلُهُ: {وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا} أَيِ: اقْرَأْهُ عَلَى تَمَهُّلٍ، فَإِنَّهُ يَكُونُ عَوْنًا عَلَى فَهْمِ الْقُرْآنِ وَتَدَبُّرِهِ

“dan bacalah Al Qur’an dengan tartil‘, maksudnya bacalah dengan pelan karena itu bisa membantu untuk memahaminya dan men-tadabburi-nya” (Tafsir Ibni Katsir, 8/250).

Dan untuk orang yang berhadats besar seperti junub (belum mandi wajib), haid (menstruasi) dan nifas (keluar darah pasca melahirkan) ini diharamkan membaca Al-qur'an menurut jumhur 'ulama baik sedikit atau banyak, termasuk juga untuk orang yang berhadats besar ataupun berhadats kecil dilarang menyentuh Al-Quran dan membawanya. Inilah pendapat yang di pegang oleh mazhab mazhab Asy-syafi'i dan Mayoritas 'Ulama pada umumnya.

Adapun dalil yang menjadi hujjah ialah firman Allah Subhanahu wa ta'ala :

لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

"Tidak boleh menyentuhnya (Al-Qur'an), kecuali orang-orang yang bersuci."
(QS. Al-Waqi'ah 56: Ayat 79)

Para 'ulama memahami ayat ini ialah tentang larangan menyentuh al-qur'an untuk orang yang berhadats, dan kaidahnya kalau menyentuh saja tidak boleh bagi orang yang berhadats apalagi membaca ayat suci Al-qur'an.

Namun apakah ini kesepakatan 'ulama?

Sebenarnya dalam hal ini terdapat ikhtilaf (perbedaan pendapat) 'ulama. Sebagian 'ulama membolehkan wanita yang haid dan nifas untuk membaca Al-Qur'an, ini merupakan pendapat dari mazhab zhahiri pada umumnya, namun ada juga sebagian 'ulama lain yang juga membolehkan dengan beberapa alasan.

Haruskah muslimah berjilbab  jika ingin membaca Al-Qur'an?

Kembali ke pertanyaan awal, apakah muslimah harus menutup auratnya ketika membaca Al-qur'an?
Dari penjelasan-penjelasan para 'ulama saya temukan bahwa tidak wajib atau tidak harus seorang muslimah menutup auratnya dengan berjilbab atau memakai kerudung ketika ingin membaca Al-qur'an, karena umumnya dipahami ini beda dengan shalat yang dimana syarat sah shalat adalah menutup auratnya secara sempurna, sedangkan dalam membaca Al-qur'an tidak diharuskan akan tetapi jika berbicara adab dalam membaca Al-qur'an maka sesungguhnya ulama menjelaskan bahwa termasuk adab dalam membaca Al-Qur'an adalah berpakaian dengan sebaik-baiknya yaitu menutup auratnya.

Syaikh Prof. Dr. Ahmad Hajji Al-Kurdi ketika di ajukan pertanyaan itu, beliau memberi jawaban, “Jika tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa tindakan itu termasuk melecehkan atau tidak menghormati Alquran, maka perbuatan semacam ini tidak haram. Hanya saja tidak sesuai dengan adab yang diajarkan ketika membaca Alquran. dan fatwa beliau ini bisa dilihat di http://www.islamic-fatwa.net/fatawa
Wallahu a'lam

📝Akhukum fillah Rahmi Hidayat abu zaid

Kafarat Jima'

Oleh : Abu Zaid Rahmi hidayat

"Shaum" sebagaimana yang kita pahami secara lughah artinya adalah "menahan" menahan dari segala sesuatu", seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.

Menurut istilah syariat yaitu "menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, selama satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Dan di antara hal-hal yang membatalkan puasa adalah melakukan jima' (hubungan suami istri) di siang hari (selama waktu puasa). Maka hal ini termasuk hal yang membatalkan puasa dan harus membayar kafarat atasnya.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman :

أُحِلَّ لَكُمۡ لَيۡلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمۡۚ


"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu" ( Qs Al-Baqarah: 187)

Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan jima' di siang hari dengan istrinya di bulan Ramadhan padahal dia berkewajiban puasa, maka ia wajib membayar kafarat. Kafarat ini ada tiga tingkat:
(1) memerdekakan budak,

(2) (kalu tidak sanggup memerdekakan budak, dan alhamdulillah sekarang juga tidak ada lagi perbudakan) maka tebusannya ialah harus berpuasa 2 bulan berturut-turut.

(3) (kalau tidak kuat puasa juga) maka bersedekahlah dengan makanan yang mengenyangkan kepada enam puluh fakir miskin.

Saudarku muslim sekalian, sangat besar kafarah bagi pasutri yang melakukan jima', oleh karena itu semoga tulisan ini bermanfaat, dengan mengetahuinya agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang tersebut. Menahan haus, lapar dan amarah merupakan jalan menuju sifat-sifat sabar yang taqwa.

Wallahu a'lam

Membaca Surah An-Nas sebelum shalat

Termasuk Adab yang penting diperhatikan adalah adab dalam shalat.
Salah satu kitab yang menjelaskan tentang adab dalam shalat adalah kitab Bidayatul Hidayah karya seorang 'ulama besar, Imam Al-Ghazali rohimahullah.

Dalam kitab tersebut Imam Al-Ghazali mengatakan :
"Apabila engkau telah selesai membersihkan kotoran dan najis yang terdapat di badan, pakaian, dan tempat salat, juga engkau telah menutup aurat dari pusar sam­pai dengkul, maka berdirilah menghadap ke arah kiblat dengan kaki yang lurus tapi tidak dirapatkan sedang­kan engkau berada dalam posisi tegak. Lalu bacalah surat an-Naas guna berlindung dari setan yang terku­tuk.

Hadirkan hatimu ketika itu. Buanglah segala bisik­an dan rasa was-was. Perhatikan kepada siapa engkau sedang menghadap dan bermunajat sekarang.

Hendak­nya engkau malu untuk bermunajat kepada Tuhan de­ngan hati yang lalai dan dada yang penuh dengan bi­sikan dunia beserta kebejatan syahwat. Sadarlah bahwa Allah Swt. mengetahui semua yang tersembunyi di da­lam dirimu dan melihat hatimu. Allah hanya menerima salatmu sesuai dengan kadar kekhusyukan, ketundukan, dan ketawaduanmu." (Bidayatul Hidayah, Al-Imam Al-Ghazali rohimahullah)

Note :
Dalam penjelasan singkat di atas salah satu kesimpulan yang bisa kita ambil adalah bahwa Imam Al-Ghazali termasuk 'ulama yang menganjurkan membaca surah An-nas sebelum shalat. Dan praktek ini biasanya sering kita temukan di masyarakat  Nahdhiyin (NU) yaitu sebelum talafudz niat membaca surah An-Nas.

Namun dalam perkara ini pada intinya memang terdapat perbedaan pendapat 'ulama. Sebagian 'ulama ada yang membid'ahkan, sedangkan ada juga yang menganjurkannya.
Wallahu a'lam

Inilah ijtihad para 'ulama, kita sebagai orang awam hendaknya jangan sok berlagak 'aalim dengan merendahkan pendapat 'ulama yang berlainan dengan pendapat kita, apalagi merendahkan 'ulama seperti Imam Al-Ghazali. Hendaknya kita tahu diri dan beradab kepada 'ulama.

📝 Oleh : Abu Zaid RH

Wallahu a'lam
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com