Definisi Fiqih

Fiqih adalah sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah, logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual. Fiqih juga bukan seni yang lebih bermain dengan rasa dan keindahan.

Fiqih adalah sebuah cabang ilmu yang bisa dipelajari, didirikan di atas kaidah-kaidah yang bisa dipresentasikan dan diuji secara ilmiyah. Selama ini fiqih bukan saja menjadi nama sebuah mata kuliah, tetapi bahkan sudah menjadi fakultas tersendiri yang diajarkan di berbagai universitas. Fiqih adalah salah satu cabang
ilmu pengetahuan yang bersifat akademis dan diakui secara ilmiyah di dunia pendidikan secara internasional.

Ada pun definisi yang lebih mencakup ruang lingkup
istilah fiqih yang dikenal para ulama adalah :

الْعِلْمُ بِالأْحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبُ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّةِ
”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah
(perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci,”( Adz-Dzarkasyi, Al-Bahrul Muhith, jilid 1 hal 21)

Ilmu Fiqih adalah salah satu cabang ilmu, yang secara khusus termasuk ke dalam cabang ilmu hukum. Jadi pada hakikatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum.
Kita mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu hukum, misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang pada suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga mengenal hukum barat yang umumnya hasil dari penjajahan
Belanda.

Hukum yang menjadi wilayah kajian ilmu Fiqih adalah hukum syariat, yaitu hukum yang bersumber dari Allah SWT serta telah menjadi ketetapan-Nya, dimana kita sebagai manusia, telah diberi beban mempelajarinya, lalu menjalankan hukum-hukum itu, serta berkewajiban juga untuk mengajarkan hukum-hukum itu kepada umat manusia.

Dengan kata lain, ilmu fiqih bukan ilmu hukum yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat, dimana hukum itu 100% dipastikan berasal dari Allah SWT
Keterlibatan manusia dalam ilmu Fiqih hanyalah dalam menganalisa, merinci, memilah serta menyimpulkan apa yang telah Allah SWT firmankan lewat Al-Quran Al-Kariem dan juga lewat apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan berupa sunnah nabawiyah atau hadits nabawi.


Banyak orang beranggapan bahwa ilmu fiqih itu sekedar karangan atau logika para ulama, yang menurut mereka bahwa ulama itu manusia juga. Sedangkan yang berasal dari Allah hanyalah Al-Quran, dan yang berasal dari Rasulullah SAW
adalah Al-Hadits.

Sesungguhnya ilmu fiqih itu 100% diambil dari Al-Quran dan Sunnah Nabawiyah, sebagai sumber rujukan utama. Rasanya tidak ada yang menyalahi hal prinsip ini.
Namun kita tahu bahwa tidak mudah memahami Al-Quran atau Al-Hadits begitu saja, khususnya buat orang-orang yang awam dan tidak mengerti ilmu-ilmu dalam memahami keduanya.
Maka sesungguhnya para ulama pendiri mazhab bukanlah orang sembarangan, mereka adalah para ahli hadits, mufassir dan fuqaha dan mereka adalah generasi salaf.

Jadi mengherankan jika hari ini ada orang awam sok mengatakan ini dan itu mencela mereka, merendahkan mereka dan seakan akan tidak ada baiknya pada diri mereka.
Astaghfirullah...

Maka untuk orang orang seperti ini kemungkinan besar belum baca biografi ulama, tapi sok mengatakan ini dan itu menuduh mereka.
Ingatlah Setiap kata akan dipertanggung jawabkan.

Maraij :
( Fiqih Seri kehidupan, Pengertian Fiqih. Ust Ahmad Sarwat, LC Hal 45-46 )
Dengan sedikit tambahan penulisan.

Binatang Halal yang bisa menjadi Haram

Seperti yang kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang sempurna, ia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Islam mengatur kehidupan manusia yang dengannya bisa menjadikannya mulia.
Islam bahkan mengatur dari hal yang kecil seperti adab masuk ke rumah, cara bersikap sopan kepada yang lebih tua, cara berpakaian yang syiar'i hingga mengatur hal yang sangat besar seperti mengatur sebuah Daulah (Negara) Islam yang dalam kitab - kitab tharik (sejarah) disebut Daulah Khilafah Islam.

Akan tetapi tulisan saya kali ini tidak membahas tentang itu, kita akan sedikit membahas tentang hal-hal yang sering kita temui dalam keseharian kita, bahkan bisa jadi termasuk pengetahuan pokok yang harus kita ketahui.

Islam mengatur dan menjelaskan tentang makanan halal dan haram untuk dikonsumsi seorang muslim/mah.
Ada makanan - makanan yang jelas akan keharamannya seperti yang sudah kita ketahui seperti bangkai (Kecuali ikan dan belalang), kemudian daging babi, darah yang mengalir, dan binatang yang disembelih bukan karena Allah.

Akan tetapi selain itu juga ada beberapa kriteria binatang yang sebenarnya halal namun karena suatu kondisi akhirnya menjadi diharamkan. Seperti yang di jelaskan dalam al-qur'an surah al-ma'idah ayat ke - 3.

Syaikh Prof. yusuf Qaradhawi dalam kitabnya halal wal haram fil islam menjelaskan makna dari ayat tentang binatang yang diharamkan, yaitu :
1. Al-munkhaniqah yaitu binatang yang mati karena dicekik, baik karena terhimpit atau dijepit sehingga mati.
2. Al-Mauqudzah yaitu binatang yang mati karena dipukuli, atau dipukul dengan tongkat, besi dsb.
3. Al-Mutaraddiyah yaitu binatang yang jatuh dari tempat tinggi kemudian mati, sama juga seperti binatang yang jatuh kedalam sumur.
4. An-Nathihah yaitu binatang yang ditanduk atau berkelahi hingga mati.
5. Maa akalas sabu yaitu binatang yg disergap / diterkam binatang buas, kemudian sebagian dagingnya dimakan oleh binatang buas tadi hingga akhirnya mati.

Jika kita mendapati binatang yang halal tersebut mati dalam kondisi-kondisi itu maka itu diharamkan, dan najis apabila menyentuhnya karena sudah menjadi bangkai. Kecuali jika kita sempat menyembelihnya.
"Kecuali yang kalian sempat menyembelihnya"(Qs Al-Ma'idah: 3)
Itulah sambungan ayatnya.

Syaikh yusuf qardhawi kemudian melanjutkan bahwa jika kita dapati binatang - binatang tersebut sedang terkapar namun masih hidup dan masih sempat menyembelihnya maka sembelihlah dan binatang tersebut menjadi halal karena sudah disembelih sebelum mati.
Asalkan memang masih dalam keadaan hidup, cirinya hidup baik selama ekornya, kakinya, kerlingan matanya masih bergerak itu dinyatakan masih hidup.

Wallahu a'lam
رحمي هدا ية

Maraji '
[ Halal wal Haram fil Islam, Syaikh Prof. Yusuf Qaradhawi, hal 50-51 ]

Nadzar melakukan maksiat

Bernadzar maksiat?
Misalnya ada seorang yang dulunya bernadzar akan melakukan maksiat atau berjanji akan melakukan suatu kemungkaran.
Apakah harus dibayar nadzar tersebut?
-----------------------
Terkait pertanyaan ini terdapat ikhtilaf (perbedaan pendapat) ulama.
-----------------------
Menurut Imam Malik, Imam Syafi'i dan sebagian besar ulama yang lain, nadzar melakukan maksiat tidak wajib dilaksanakan. Sementara menurut Imam Abu Hanifah (Hanafi), sufyan, dan ulama - ulama kufah, Nadzar maksiat wajib di laksanakan. Tetapi yang dilaksanakan ialah kewajiban membayar kafarat (tebusan) atas pelanggaran sumpah, bukan kewajiban melakukan maksiat".
Berdasarkan kesepakatan para ulama nadzar maksiat tidak boleh dilaksanakan, karena nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "barangsiapa bernadzar durhaka kepada Allah , hendaknya ia jangan durhaka kepada-Nya"( HR Bukhari)
Jadi kesimpulannya ada 2 pendapat mengenai ini, yaitu pendapat pertama bahwa nadzar maksiat tidak harus dilaksanakan dan tidak harus membayar kafarat, inilah pendapat yang dipegang Imam Malik, Imam Syafi'i, dan sebagian besar ulama lain.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa tetap wajib dilaksanakan namun diganti dengan kafarat saja, dan kafaratnya sama dengan kafarat sumpah. Pendapat inilah yang dipegang Imam Abu hanifah, sufyan, dan ulama - ulama kufah.
Adapun dalil yang menjadi hujjah pendapat kedua adalah redaksi hadits dari Imran bin hashin "Tidak ada nadzar sama sekali untuk berbuat maksiat kepada Allah. Kafaratnya ialah seperti kafarat sumpah"(HR Muslim).
Allahu a'lam
رحمي هداية
Marja '
[ Bidayatul Mujtahid wa nihayatul Muqtashid Jilid 1, Ibnu Rusyd Al-Hafid (502-595) hal 617 ]

Bolehkah orang buta menjadi imam ?

Dalam kitab Al-Ijma' karya Al-Hafidz, Al-'Allamah al-faqih Ibnul Mundzir An-Naisaburi dijelaskan bahwa
"Para ulama bersepakat bahwa status imam orang buta sama dengan imam yang sehat". (No 75, hal 19)

Ibnul mundzir menyebutkan beberapa nama fuqaha yang mengesahkan keimanan orang yang buta, lalu menyebutkan hadits yang mengenai ibnu ummi maktum yang menjadi imam, dan berkata, orang buta boleh menjadi imam berdasarkan ijma para 'ulama.

Kami meriwayatkan dari ibnu abbas (sahabat mulia sepupu rasulullah) bahwa ia mengimami mereka saat dalam keadaan buta.

Akan tetapi berbeda dengan pendpat anas bin malik, karena anas bin malik melarang hal itu.(Al-Ausath 4/154).
Wallahu a'lam

Rujukan :
Al-Ijma' karya Al-Hafidz, Al-'Allamah al-faqih Ibnul Mundzir An-Naisaburi ditahqiq dan di takhrij oleh Dr. Abu Hammad Shagir
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com